Cerpen : BROKEN HOME

Cerita Pendek Buah Karya Asty Nur Anisa, menceritakan kerasnya hidup yang menyebabkan broken home.

Cerpen - Broken Home

Cuaca berganti seiring berjalan nya waktu. Awan yang semula cerah berubah menjadi mendung seketika. Rintik demi rintik hujan mulai berjatuhan membasahi bumi. Membuat bumi yang semula kering menjadi basah karena terkena rintikan tersebut. Hingga terdengar suara sosok gadis yang tengah menikmati rintik deras nya hujan.
"Love you rain¹!!" Teriak seorang gadis di tengah-tengah deras nya hujan. Dengan rambut berwarna hitam kecoklatan. Ia menatap ke arah langit lalu tersenyum simpul. Berputar-putar ditengah taman. Suasana dingin mulai terasa menusuk lengan nya tapi tak bisa menghentikan kegiatan gadis ini.
Dirinya tak peduli dengan sekitar, yang dia pedulikan hanyalah menikmati rintik-rintik hujan. Dimana hanya karena ini lah yang membuatnya tenang. Iya, dia menyukai hujan atau sebut saja Pluviophile².
"Dra, balik yuk ga baik main hujan terus-menerus nanti kamu sakit." Ucap nya lalu menarik tangan gadis tersebut. Lalu membawa gadis tadi kembali ke rumah.
Rumah berlantai tiga dengan cat berwarna putih. Di sekelilingnya terdapat beberapa tanaman hias dan tak lupa juga ada beberapa jenis bunga-bunga yang sangat cantik. Mobil hitam bermerk AMG GT 4-Doors terparkir di halaman depan Rumah tersebut.
Mereka memasuki rumah itu. Menatap aneh ke sekitar rumah tersebut. Hingga akhirnya alis mereka berkerut menandakan dirinya ingin tau 'siapa yang datang?
"Diandra, kamu dari mana saja? Kenapa baru pulang? Ouh ya sana ganti baju setelah itu langsung ke bawah ok?" Ucap nya dan di angguki gadis tadi.
Diandra Asty Larasati, atau kerap di panggil Diandra. Gadis yang punya segala nya namun terkadang dia juga tertekan karena di kekang oleh kedua orang tua nya.
"Iya pah." Balas nya lalu bergegas ke arah kamar nya. Ia membuka pintu kamar tersebut lalu bergegas mengunci pintu. Dirinya berjalan mengambil baju kemudian masuk ke kamar mandi.
....
Setelah dirinya mandi ia bergegas meninggalkan kamar tersebut. Ia berjalan menuruni anak tangga yang tak bisa di hitung berapa jumlah nya. Menatap sekitar dengan tatapan penuh tanya. Kemudian dia duduk di samping papa nya.
"Jadi ini anak mu? Cantik seperti ibunya." Ucap seseorang lalu menatap Diandra lekat.
 Diandra menanggapi ucapan tersebut dengan senyuman.
"Ouh iya, anak mu mana nih? Kok dia ga ikut?" Ucap papa nya Diandra. Lalu dia mencari dimanakah anak yang akan di jodohkan dengan anak nya sendiri.
"Biasalah dia lagi latihan basket." Balas nya. Papa Diandra mengangguk lalu menatap ke sekitarnya.
Dan setelah itu mereka berbincang-bincang mengenai perihal rencana yang akan mendatang.
Tak terasa jam mulai menunjukkan pukul 21.00. Setelah mereka berbincang-bincang kedua nya pun kemudian berjabat tangan.
"Bro duluan yah, kasian nih nanti anak-anak ku pasti  pada ngomel-ngomel dirumah." ucap nya lalu berjalan menuju mobil yang tadi sempat Diandra lihat.
"Iya, hati-hati di jalan." ucap papa Diandra lalu tersenyum. Kemudian menatap Diandra dengan ekspresi sangat marah.
'Ini pasti papa bakal hukum Dian lagi deh? Tapi yaudahlah' Ia menghela nafas dan bersiap menerima hukuman yang akan di berikan papa nya.
"Diandra!! Sini kamu!!" Tegas nya dengan wajah memerah, lalu menarik tangan Diandra secara kasar. Ia membanting Diandra ke tembok dengan keras. Tak peduli seberapa sakit nya Diandra menahan rasa sakit itu, yang dia pedulikan hanyalah kesenangan sendiri.
Diandra meringis kesakitan tak kuasa menahan rasa sakit yang papa nya berikan. Dimata papa nya Diandra selalu salah. Karena pada akhirnya jika Diandra melawan toh juga ia akan disiksa lebih sadis dari pada sebelumnya.
"Kamu tadi kemana hah?! Kenapa kamu selalu membuat saya marah, Diandra!!" Hardik papa nya lalu mencengkram tangan kanan Diandra dengan keras. "Kenapa kamu selalu saja tidak pernah nurut sama ucapan saya hah!! Kamu mau jadi anak durhaka?" Setelah selesai mencengkram tangan Diandra, kini tangan papa nya beralih mencekik leher Diandra. Alih-alih ingin memberontak justru Diandra malah terkena tamparan di pipi kiri nya.
Plakk
"Berani ya kamu mau ngelawan papa hah!! Mau jadi jagoan kamu Diandra?! Kalo bukan karena saya kamu ga akan bisa tinggal dirumah ini." ucap papa Diandra lalu melepas tangan yang tadi mencengkram Diandra. Ia bergegas meninggalkan Diandra sendirian.
Diandra hanya menangis menatapi semua nya. Kenapa papa nya selalu seperti ini? Apa salah dia? Tak pantas kah dia bahagia? Kenapa selalu dia disiksa? Ia ingin sekali merasakan kasih sayang papa nya namun papa nya selalu saja kasar terhadap dia. Apa itu yang di maksud kasih sayang seorang papa terhadap anak?
 Tidak, jika sayang tidak mungkin seorang papa sampai tega membuat dirinya seperti ini.
Lalu dimana kah mama Diandra? Kenapa dia tidak menolong Diandra? Ya, mama nya hanya bisa menonton kejadian tersebut. Dirinya takut suami nya itu sampai nekat membunuh Diandra anak nya sendiri. Setelah melihat kejadian tadi mama Diandra pun bergegas menghampiri Diandra. Ia menatap luka-luka di sekujur tubuh Diandra. Menatap dengan rasa iba. Hati dia teriris melihat anak kedua nya disiksa oleh suami nya sendiri.
"Sini mama bantu nak." Ucap Mama Diandra lalu membantu Diandra. Diandra tersenyum, ia bersyukur setidaknya masih ada mama nya.
...
Malam berganti pagi. Suara ayam berkokok pun mulai terdengar. Burung-burung yang terbang kesana kemari mencari makan.
"Nak sarapan dulu sini." Ajak mama Diandra. Diandra tersenyum lalu ingin duduk di depan mama nya itu. Tapi melihat ekspresi datar papa nya itu, lantas membuat Diandra menggelengkan kepala nya.
"Ga usah aja deh, ma. Diandra mau sarapan di sekolah aja." Ucap Diandra lalu mencium tangan Papa dan mama nya. "Pa, ma. Diandra berangkat duluan yah." Tambah nya lalu meninggalkan papa dan mama nya.
Suasana ribut di kelas pun yang semula tenang menjadi ribut semenjak keberangkatan Diandra.
"Bisa diem ga sih?! Ribut aja terus heran deh." Ujar laki-laki berambut hitam dengan hidung sedikit mancung. Bername tag 'Devano Dirgantara' sebut saja ia Devan. Diandra yang melihat aksi laki-laki tersebut hanya tertawa pelan.
'galak juga ya dia' gumam Diandra lalu duduk di samping Laki-laki tadi. "Udah puas ngomel-ngomel nya pak?" Tanya Diandra lalu menatap Devan.
"Aish, kamu kok baru berangkat sih? Ini lagi pipi kamu kok merah? Bentar-bentar." Ucapan Devan terhenti kala melihat tangan kiri Diandra memerah seketika membuat pupil mata Devan melebar. "Pasti karna orang itu kan? Ga ada bosan-bosan nya dia siksa kamu sampai kaya gini? Kenapa kamu ga lapor aja ke kantor polisi? Ini udah termasuk kekerasan Diandra." Imbuhnya.
Ia menangkup pipi Diandra menggunakan kedua tangan nya. Hati Devan terasa teriris kala melihat luka-luka di sekujur tubuh Kekasihnya ini, Diandra.
"Kamu bukan nya anak PMR? Tapi kenapa kamu ga bisa obati luka kamu hm? Kenapa sampai kaya gini Dian? Hati aku sakit lihat kamu kaya gini...aku ga tega kamu di kaya giniin terus sama orang itu." Ucap Devan dan setelah nya dia menarik Diandra ke pelukan nya.
Samar-samar ia mendengar tangisan Diandra di dalam pelukan nya.
"Aku ga pantas bahagia ya Devan? Kenapa papa selalu aja kaya gini sama aku. Aku capek, Devan. Aku capek!!" Tangis Diandra. Devan pun dengan sigap mengelus rambut Diandra.
"Devan..aku nyerah aja yah ga papa kan? Aku capek sama semua nya Devan. Papa ga pernah ngertiin aku. Semua nya harus ada di bawah kendali dia. Kemarin aku hanya keluar sebentar tapi papa tetap saja menghukum ku." Setelah mengucapkan kata-kata itu tiba pandangan Diandra kabur. Dan berakhir Diandra pingsan di pelukan Devan.
"Dian, Diandra?" Panik Devan sembari menepuk-nepuk pipi Diandra. Ia terlihat begitu cemas saat Diandra tiba-tiba saja pingsan di pelukan nya. 'Ya tuhan jangan kau kasih dia cobaan yang begitu berat' lirih Devan lalu bergegas menggendong Diandra keluar dari area kelas.
......
"Nak Devan. Sebaiknya kita bawa Diandra ke RS saja. Saya sudah tidak bisa menangani kasus seperti ini." Ucap dokter yang ada di UKS. Ia menggelengkan kepala nya lalu menatap Devan. "Nak jaga Diandra baik-baik yah. Saya tau kamu sangat sayang sama dia, saya harap kamu tidak pernah meninggalkan dia..apapun keadaan nya." Imbuhnya lalu menepuk pundak Devan dan setelah itu dia pergi meninggalkan Devan dan Diandra.
Setelah mendengar ucapan tadi Devan pun menggendong Diandra lagi dan bergegas membawa Diandra ke RS. Tak peduli jika hari ini dia bolos yang terpenting Diandra harus selamat.
"Itu si Diandra kenapa?"
"Iya ga biasa nya dia kaya gitu."
"Muka Diandra juga kelihatan pucet banget dari tadi pagi, apa dia sakit?"
"Ya mungkin aja dia sakit, udahlah lebih baik kita masuk aja dari pada nanti guru-guru pada marah"
"Ok-ok"
....
"Jadi bagaimana dok? Diandra baik-baik aja kan? Dia ga papa kan dok?" Tanya Devan bertubi-tubi. Membuat sang dokter kebingungan mau menjawab pertanyaan yang mana dulu.
"Begini, Saya harus pengecekan yang lebih menyeluruh untuk bisa menangani nona diandra apa perlu tindakan operasi atau tidak... dan saya harus pengecekan CT brain terlebih dahulu terkait keluhan pasien yang mengalami sakit kepala yang mengakibatkan dia sering pingsan. Mengingat sepertinya dia terkena luka batin dan luka fisik yang mengakibatkan pada kondisi kesehatan nya. Dan dia mengalami benturan yang keras di bagian kepala nya jadi saya harap anda bisa sedikit sabar menunggu hasilnya. Kami akan berusaha semaksimal mungkin." Ucap sang dokter pada Devan dan setelah nya pergi meninggalkan Devan sendirian.
Deg
'Apa? Separah itu kah? Dian bertahan ya..jangan tinggalin Devan. Devan ga siap di tinggal kamu' lirih Devan lalu tangan nya bergerak menelfon Mama Diandra.
Ia ketik nomer yang dituju kemudian menunggu sambungan itu terhubung.
"Halo, iya kenapa nak Devan?" Tanya mama Diandra.
"T-tante bisa ke RS sekarang ga? Ada yang mau Devan omongin ke Tante. Penting." Ucap Devan terbata-bata.
"Ok, Tante kesana yah" ucap Mama Diandra. Lalu mematikan sambungan di hp itu.
....
"Devan, mana Diandra?" Tanya mama Diandra sembari mencari dimana keberadaan anak nya tersebut.
"Diandra di larikan ke ICU Tante, kata dokter Diandra mengalami benturan di kepala nya. Benturan itu mengumpal Tan, inilah alasan kenapa Diandra sering pingsan Tante. Dan dokter masih menunggu keputusan Tante mau di adakan operasi atau tidak?" Ucap Devan sembari menatap mama Diandra.
Jujur hati Devan terasa sangat sakit mendengar kabar dari dokter yang menyatakan bahwa adanya penggumpalan di bagian kepala Diandra. Tuhan..kenapa kau beri cobaan yang begitu berat pada Diandra? Dia salah apa?
"Baik Tante akan menyetujui operasi itu. Demi kesehatan Diandra." Putus mama Diandra. Sungguh dia sudah sangat pasrah dengan segala kemungkinan yang akan terjadi terhadap anak nya ini.
Tibalah saat kedua nya tengah berbincang-bincang, datanglah dokter yang tadi menangani Diandra.
"Bagaimana Bu. Apa sudah di buat keputusan? Saya harap ibu segera buat keputusan secepatnya." Ucap sang dokter tersebut.
"Lakukan yang terbaik untuk anak saya dok, saya mama nya Diandra. Dan soal biaya biar saya yang tanggung semua nya." Sambung mama Diandra.
Raut wajah mama Diandra pun terlihat sangat pasrah. Pasrah dengan segala takdir yang Tuhan berikan kepada keluarga nya tersebut...termasuk ke Diandra. Anak satu-satunya.
"Baik jika keputusan sudah ibu putuskan, kami akan segera menjalankan operasi. Kalo begitu saya ke dalam dulu, permisi" pamit sang dokter lalu memasuki ruang ICU.
Tak lama kemudian keluarlah beberapa suster dan dokter tadi. Mereka mendorong brangkar yang di tiduri oleh Diandra. Dibawa masuk ke dalam ruang operasi. Dan mereka menutup pintu operasi tersebut.
Bulir-bulir air mata mulai berjatuhan dari wajah mama Diandra. Ia menangis meratapi semua nya. Ia tidak pernah menyangka jika anak nya itu harus di operasi di umur nya yang masih 17 tahun. Dimana seharusnya ia merasakan kasih sayang kedua orang tua nya. Tapi nasib berkata lain, Diandra harus memperjuangkan antara hidup dan mati nya.
Melihat mama Diandra menangis, membuat Devan berinisiatif memeluk mama Diandra. Devan sudah menganggap mama Diandra itu sebagai mama nya sendiri begitupun sebaliknya.
"Kenapa harus seperti ini Devan? Mama ga tega lihat Diandra terbaring di sana? Kalo boleh biar mama yang gantiin posisi dia." Ucap Mama Diandra sembari menangis.
....
3 jam sudah berlalu namun lampu operasi belum berubah menjadi hijau yang menandakan operasi belum selesai. Membuat Mama Diandra dan juga Devan semakin gelisah dibuat nya.
Ting
Suara lampu dari arah ruang operasi. Lampu operasi pun sudah berganti menjadi warna hijau menandakan bahwa operasi sudah selesai.
Tak lama setelah nya keluar lah sosok dokter dari ruangan tersebut. Raut nya menjelaskan sesuatu yang buruk pasti sudah terjadi kepada Diandra. Terlihat lah dia menghampiri mama Diandra beserta Devan. Dia menghela nafas lalu menatap kedua nya. Dengan berat hati ia harus memberitahu kan kabar tersebut kepada mama Diandra dan juga Devan.
"Dengan berat hati saya harus menyampaikan hal ini kepada kalian. Bahwa, Nona Diandra di nyatakan tidak selamat akibat kekurangan cairan darah. Saya turut berduka cita atas kepergian Nona Diandra. Saya berharap nyonya dan juga tuan Devan bisa mengikhlaskan kepergian nya. Kalo begitu saya pamit undur diri." Ucap nya panjang lalu pergi meninggalkan mama Diandra dan Devan.
Tubuh mama Diandra seketika melemas. Ia menangis. Secepat itu kah ia harus kehilangan anak satu-satunya? Kenapa tuhan tidak pernah adil? Apa yang tuhan inginkan dari nya? Sudah cukup rumah tangga nya hancur dan sekarang ia harus kehilangan anak yang ia kandung selama 9 bulan lama nya. Yang ia rawat hingga berumur 17 tahun. Dan sekarang saat anak nya ini berusia 17 tahun..kenapa harus di ambil?  
Tapi apa boleh buat takdir tidak ada yang tau, temasuk kematian dan juga kelahiran. Yang tau semua nya hanya tuhan. Manusia hanya perantara tapi Tuhan lah yang menentukan garis takdir nya.
"Dimana anak itu!! Kenapa dia harus disini? Seharusnya dia dirumah buang-buang uang saja." Ucap papa Diandra. Terlihat lah raut wajah nya berwarna merah menandakan bahwa dia sangat marah. Lalu menghampiri Mama Diandra beserta Devan yang saat ini tengah menangis atas kepergian Diandra.
Tangisan mama Diandra mereda kala mendengar suara dari Suami nya, papa Diandra. Ia menghapus sisa air mata yang ada di pipi nya lalu mendongak kan kepala nya. Dan setelah nya dia berdiri.
"Kenapa kesini? Udah puas siksa anak kamu sendiri hah! Kamu senang sekarang Diandra sudah pergi? Iya kan? Kenapa kamu kesini?! Saya benci kamu!! Gara-gara kamu anak kita pergi meninggalkan kita buat selamanya." Pekik mama Diandra.
"Oh justru saya senang karena tidak ada beban lagi haha" tawa papa Diandra lalu setelah nya tersenyum.
"Pak bawa dia pergi dari sini." Ucap Devan tiba-tiba kepada para perawat yang diyakini itu adalah perawat RSJ ( Rumah Sakit Jiwa ).
"Baik pak." Sahut salah satu perawat tersebut. "Ayo pak ikut kami." Imbuhnya. Perawat tersebut berjumlah 3 orang, 2 orang menangani papa Diandra dan yang satu itu..sedang berbicara dengan Devan beserta mama Diandra.
"Awas kalian, saya ga akan biarin kalian bahagia ingat itu!!" Teriak papa Diandra sembari memberontak dari para perawat RSJ.
Tak terasa juga, sudah 3 bulan kepergian Diandra. Dan kini Diandra sudah tenang di surga. Lambat laun juga papa Diandra mulai menghilang seiring berjalan nya waktu. Iya, papa Diandra resmi dinyatakan sakit jiwa. Kini dirinya pun harus tinggal di RSJ.
"Nak Devan ini ada surat buat kamu. Surat ini dari Diandra." Mama Diandra memberikan sepucuk surat dan di berikan kepada Devan.
Devan dengan senang hati menerima surat tersebut. Ia membuka surat yang tadi diberikan oleh mama Diandra. Ia tertegun melihat cantiknya tulisan Diandra, bahkan orang yang menulis pun cantik.
Sebelum ia membaca surat tersebut, ia masih mengingat kalimat-kalimat yang keluar dari mulut Diandra. Gadis berambut coklat, yang punya senyum manis. Lucu, gadis penyuka hujan tapi tidak suka dengan petir. Devan masih ingat semua kesukaan Diandra, dari Coklat, Bunga favorit nya, Beserta boneka kesayangan Diandra.
'Devan ayo dong main bareng jangan main hp terus ish'
'Devan tu cuma milik Diandra tau, ga ada yang boleh milikin Devan selain Diandra titik'
'Devan ayo main hujan bareng'
'Devan sayang Diandra ga?'
Semua ucapan Diandra masih terngiang-ngiang di kepala Devan. Setelah mengingat kenangan itu barulah Devan membaca Surat tersebut.
For Devan
Hay Devan, hm pasti lagi baca surat ini ya kan? Kalo Devan baca surat ini berarti Diandra udh pergi. Devan jangan sedih lagi yah, jangan selalu telat makan nya. Jangan bandel juga. Semangat terus ya, sekarang Devan harus bahagia tanpa Diandra ok. Diandra awasi Devan dari atas loh, jangan sedih ya. Kalo Devan kangen, Devan liat hujan aja ya nanti Devan akan lihat Diandra disana. Kalo mau peluk boneka di kamar Diandra juga boleh kok xixi><  Devan jangan pernah sedih lagi ya, harus selalu have a ok. Segitu aja sih, bahagia selalu ya Devan?
Tertanda : Diandra
Tangis Devan semakin menjadi setelah membaca surat dari Diandra. "Iya, Devan janji ke Diandra. Diandra juga harus bahagia yah." Ucap Devan sembari tersenyum. Maa Diandra pun dengan sigap pun langsung memeluk Devan lalu mengusap kepala Devan.
Tanpa mereka sadari Diandra tersenyum melihat mereka. Dan setelah itu dia menghilang tanpa jejak.

Anak itu disayang bukan untuk di jadikan bahan siksaan. Anak itu anugerah bukan nya beban atau semacam nya. Tapi terkadang orang tua juga kurang memahami kemauan anak. Sehingga menyebabkan anak sering nakal dan susah di atur. Jadi teruntuk para orang tua..jangan terlalu mengekang atau pun melarang ini itu, larang lah jika itu berakibat ke hal negatif tapi dukunglah jika itu mengarah ke hal positif. Dan selalu dukung cita-cita mereka.


~ Asty Nur Annisa

Berikan Komentar
Silakan tulis komentar dalam formulir berikut ini (Gunakan bahasa yang santun). Komentar akan ditampilkan setelah disetujui oleh Admin

LINK TERKAIT